Selasa, 04 Oktober 2011

Terjatuh di Pelukanmu

“Kuk...ku..ruyukk....”, suara ayam jantan berkokok mengomando orang rumah pertanda pagi menjemput. Ku sambut pagi ini dengan penuh semangat.Tak lupa sebelum memulai hari ini ku basuh wajahku dengan mata air yang jaraknya hanya beberapa langkah dari rumah paman Muffin.
Aku kembali ke rumah. Waktu yang ku tempuh sempat terabaikan. Aku terdiam sambil terus menghembuskan nafas menghirup segarnya oksigen pagi. Ku semburkan karbon dioksida yang siap dihirup stomata. Pagi ini sangat dingin. Bulu –buluku berdiri menerpa, tapi tak sedikitpun langkah ini tersendat.
“Morning, Cherry...”, suara yang terdengar mulai akrab di telingaku. Suara lelaki itu. Suara Richi Allegro. Seketika mataku menatap pada satu sudut. Sudut yang seakan memancarkan cahaya. Cahaya yang begitu menyilaukan. Tak kuasa ku menahannya. Sebagai seorang gadis yang baik, aku memilih untuk tersenyum manis padanaya. Pertanda, bahwa aku telah meresponnya. Dia pun membalas senyumku.
Kami berpapasan. Aku meliriknya. Dia pun demikian. Dan hal yang tak ku harapkan datang. Bukan karena paman Muffin yang tiba-tiba datang merusak suasana kami. Juga bukan karena suara gonggongan anjing memecah kesunyian. Tapi, karena langkahku tergoyang setelah melindas daun pisang. Aku kehilangan keseimbanagan. Aku terjatuh, maksudku hampir terjatuh.
Terkejut aku tiba-tiba ketika sepasang tangan menagkap dan menarikku. Mataku terpejam, lalu ku coba membukannya. Perlahan ku lihat sorot matanya. Perasaan gerogi mulai merasuki tubuhku.  “Tuhan tolong aku, perasaan apa ini?”, tanyaku dalam hati.
Aku masih menatapnya, berharap bisa menahan waktu walau hanya sejenak.  Ku perhatikan jelas terlukis indah. Kulit wajahmu yang putih, mata biru yang penuh cahaya, dan senyum manismu telah menancap di memoriku ingatanku.
“Hmmm...Cherry, kamu gak pa-pa kan?”tanya nya cemas. Aku langsung berdiri, menyeimbangkan posisi tubuhku. Merapikan syalku yang berantakan. “Aku, gak pa-pa kok, well makasih ya...benar-benar refleks yang bagus”, lontaran pujianku untuknya.”enggak, biasa aja, lain kali hati-hati ya...”,sahutnya.”ya, saran yang membantu”, jawabku.Celetukan kecil ikut meramaikan suasana pagi itu.
Kami melanjutkan tujuan kami, aku akan segera menemui paman Muffin, dan dia...Entahlah, tapi yang jelas pagi ini sanggup menghibur dan memberikan nuansa tersendiri. Mungkinkah dia mamp mengambil posisi istimewa di hatiku. Sekali lagi, ini adalah skenario Tuhan, yang jelas paman Muffin sudah memanggilku dari kejauhan. Pertanda bahwa menu sarapan pagi sudah terhidang di atas meja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar